FAKTALINTASNUSA,JAKARTA, Menteri Dalam Negeri memberikan persetujuan tertulis kepada Pelaksana Tugas (Plt), Penjabat (Pj), dan Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur, atau Pj Bupati/Wali Kota untuk melakukan pemberhentian, pemberhentian sementara, penjatuhan sanksi atau tindakan hukum lainnya kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemerintah daerah masing-masing. Apabila pegawai melanggar aturan atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut tertuang dalam surat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) nomor 821/5492/SJ, perihal Persetujuan Menteri Dalam Negeri Kepada Pelaksana Tugas/Penjabat/Penjabat Sementara Kepala Daerah dalam Aspek Kepegawaian Perangkat Daerah.
Dalam surat yang diteken Muhammad Tito Karnavian, pada 14 September 2022 disebutkan, berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, mengatur bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Gubernur, bupati, atau wali kota yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota, dalam jangka waktu enam bulan terhitung sejak tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.
Kemudian, berdasarkan ketentuan Pasal 132A ayat (1) huruf a dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, menegaskan bahwa “Penjabat Kepala Daerah atau Pelaksana Tugas Kepala Daerah dilarang melakukan mutasi pegawai” Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Berkenaan dengan larangan mutasi sebagaimana tersebut di atas, dalam angka 2 huruf a Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor K.26-30/V.100-2/99 tanggal 19 Oktober 2015 Hal Penjelasan atas Kewenangan Penjabat Kepala Daerah, menjelaskan bahwa, Penjabat Kepala Daerah tidak memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian untuk melakukan mutasi pegawai yang berupa pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam/dari jabatan ASN, menetapkan keputusan hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil, kecuali setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. ( Red; FLN )
Sumber:Rmol aceh